Berbicara tentang anak-anak, maka kita sedang berbicara juga tentang masa depan bangsa. Sebab, anak-anak merupakan calon pemimpin bangsa yang kelak akan meneruskan estafet perjuangan dalam meraih cita-cita negeri ini. Anak-anak itu emas karena mereka tak ternilai harganya. Tak berlebihan juga dikatakan demikian karena anak-anak membawa sejuta bakat dan potensi yang harus terus dikembangkan secara optimal. Maka dari itu, sudah selayaknya anak-anak harus mendapat perlakuan yang membuat mereka tumbuh dan berkembang dengan sebaik mungkin.
Anak-anak pertama kali hadir tentu di lingkungan keluarga. Di lingkungan keluarga, anak-anak secara umumnya akan diasuh, dididik, dan dibesarkan oleh orang tua mereka. Terlepas dari bagaimanapun cara orang tua dalam membersamai anak-anak mereka, yang namanya anak-anak tak boleh lepas dari pendidikan. Sebab, pendidikan sendiri adalah modal utama bagi anak-anak untuk nantinya mereka berlabuh ke berbagai fase kehidupan selanjutnya, seperti sekolah dan masyarakat. Pendidikan dari keluarga juga merupakan fase penentu bagaimana anak itu nanti menjadi apa. Ibarat pohon, pendidikan anak di keluarga harus menjadi akar kuat yang menyertai anak ketika beranjak dewasa.
Setelah dari keluarga, anak-anak umumnya akan melanjutkan pendidikan di lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Sama halnya seperti di lingkungan keluarga, sekolah juga harus menjadi lingkungan pendidikan yang ramah bagi anak. Sekolah harus memberikan ruang yang membuat anak dapat mengoptimalkan potensinya sehingga di masa depan dapat berhasil. Untuk itu, satu hal yang penting di sini adalah bagaimana sekolah itu dapat menjadi tempat bagi anak dalam menentukan sendiri apa yang diinginkan mereka terutama terkait pengembangan potensi anak. Maka, hal inilah yang dimaksud dengan pemenuhan hak anak, di mana anak diberi hak penuh dalam menentukan keputusannya untuk masa depan mereka. Singkatnya, hak anak merupakan hak penuh atas atas kesejahteraan anak (Waluyadi, 2012).
Sekolah dititikberatkan di sini karena anak-anak menghabiskan banyak waktu di sekolah. Maka dari itu, sekolah harus memastikan pemenuhan hak anak itu benar-benar ada. Sekolah harus bisa menjadi rumah kedua bagi anak setelah keluarganya, terutama guru-guru yang harus menjadi orang tua kedua setelah orang tuanya di rumah. Di sinilah peran penting guru-guru di sekolah dalam menjadi aktor yang tidak hanya menransfer ilmu, tetapi juga memenuhi hak-hak anak. Guru sebagai orang tua anak di sekolah harus paham apa saja yang menjadi kebutuhan anak di setiap fase pertumbuhannya. Oleh karena itu, penting juga bagi guru dalam mengenali dan menggali potensi dasar si anak agar proses pembimbingannya dapat optimal.
Mengenai pemenuhan hak anak ini, sudah selayaknya sekolah-sekolah harus mengimplementasikan pendidikan berbasis hak anak. Artinya, sekolah diharapkan dapat menjadi tempat yang aman, nyaman, dan ramah bagi anak. Sebagai contoh, ketika sekolah mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan anak, maka hendaknya sekolah tersebut melibatkan peran anak dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut bukan berarti anak-anak yang secara penuh menjadi pemimpin dalam pengambilan keputusan di forum resmi. Akan tetapi, sekolah harus menjaring betul apa kebutuhan anak-anak dalam proses belajar mereka, pendapat mereka, ide atau gagasan mereka, bahkan keluh kesah mereka. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh tutup mata dan telinga dalam memperhatikan hak-hak anak. Sebaliknya, sekolah harus menjadi tempat terbaik bagi anak-anak dalam memenuhi hak-hak anak.
Langkah yang dapat diambil oleh sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan berbasis hak anak dapat dimulai dengan kebijakan dasar. Mengenai hal itu, proses perumusan kebijakan di sekolah harus melibatkan semua pihak, seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, komite sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan dengan sekolah. Hal ini penting karena kebijakan menyangkut segala tindak tanduk yang akan dijalankan oleh sekolah, termasuk visi misi, program, dan kurikulum. Setelah merumuskan konsep kebijakan pendidikan berbasis hak anak dengan tepat, maka sekolah dapat menentukan langkah-langkah yang diambil selanjutnya.
Di samping itu, sekolah juga harus memperhatikan elemen-elemen penting lainnya dalam mendukung proses pendidikan berbasis hak anak tersebut. Adapun elemen-elemen penting tersebut di antaranya adalah pertama, memberikan pelatihan kepada staf sekolah tentang hak anak dan bagaimana mengintegrasikannya dalam praktik sehari-hari. Kedua, mendorong partisipasi aktif anak dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka, baik di tingkat individu maupun kolektif. Ini bisa mencakup pembentukan dewan siswa, wadah untuk masukan siswa, dan bentuk lain yang mendukung. Ketiga, mengintegrasikan pendidikan berbasis hak anak dalam kurikulum sekolah. Keempat, memastikan bahwa sekolah memiliki sistem dukungan sosial, psikologis, dan kesejahteraan yang kuat untuk mendukung kesejahteraan fisik dan emosional anak. Kelima, memastikan sumber daya sekolah, seperti buku, fasilitas, dan teknologi tersedia secara merata dan dapat diakses oleh semua anak tanpa diskriminasi. Keenam, penyuluhan dan kampanye tentang pentingnya pendidikan berbasis hak anak kepada komunitas sekolah dan masyarakat. Kesemuanya itu perlu juga dilandaskan pada prinsip-prinsip konvensi hak anak PBB yaitu prinsip non-diskriminasi, prinsip yang terbaik bagi anak, prinsip atas hak hidup dan perkembangan, dan prinsip menghargai pendapat anak (Joni & Tanamas, 1999)
Implementasi pendidikan berbasis hak anak adalah komitmen jangka panjang untuk mengubah budaya sekolah dan memastikan bahwa anak-anak memiliki suara dalam pendidikan mereka serta hak-hak mereka dihormati. Sekali lagi, sekolah harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan ramah bagi anak-anak dalam mengembangkan potensinya. Semua pihak harus bekerja sama dalam hal ini, dari staf sekolah, komite sekolah, orang tua, hingga masyarakat dan stakeholders lainnya. Dengan begitu, secara keseluruhan pendidikan berbasis hak anak dapat terlaksana dengan optimal untuk masa depan anak dan bangsa.
Penulis : Ardi Wahyu Iswardani, S.Pd.
Daftar Pustaka
Joni, Muhammad dan Zulchaina Z. Tanamas. (1999). Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Waluyadi. (2012). Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: Rafika Aditya Bakti.