Di tengah arus digitalisasi dan tuntutan ekonomi yang semakin kompleks, peran ayah dalam pengasuhan anak tak lagi bisa dipandang sebelah mata. Kehadiran ayah bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi juga tentang membangun ikatan emosional, mendukung kesehatan mental ibu, dan menciptakan fondasi keluarga yang kuat. Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah cuti ayah—sebuah hak yang masih minim dipahami dan diterapkan di Indonesia.
📊 Data dan Fakta: Krisis Fatherless di Indonesia
Menurut data dari BKKBN tahun 2025, sebanyak 20,9% remaja Indonesia mengalami kondisi fatherless, yaitu kehilangan figur ayah bukan karena kematian atau perceraian, tetapi karena ayah terlalu sibuk bekerja atau menyerahkan seluruh pengasuhan kepada ibu dan gawai. Fenomena ini berdampak pada perkembangan emosional anak, ketahanan keluarga, dan bahkan potensi munculnya masalah sosial di masa depan.
Disahkannya UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) tahun 2024 menjadi langkah awal yang patut diapresiasi. Dalam UU ini, ayah berhak mendapatkan cuti selama 2 hari saat istri melahirkan, dan dapat diperpanjang hingga 5 hari sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja. Meski durasinya masih terbatas, manfaatnya sangat besar:
- Dukungan emosional bagi ibu: Kehadiran ayah saat persalinan dan masa nifas membantu mengurangi stres dan risiko depresi pasca melahirkan.
- Ikatan awal dengan anak: Ayah yang terlibat sejak hari pertama cenderung lebih aktif dalam pengasuhan jangka panjang.
- Pembagian peran yang setara: Cuti ayah menjadi simbol bahwa pengasuhan bukan hanya tugas ibu, tetapi tanggung jawab bersama.
- Produktivitas kerja meningkat: Ayah yang diberi ruang untuk hadir di keluarga cenderung lebih loyal dan fokus saat kembali bekerja.
Menuju Kebijakan yang Lebih Inklusif
Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang menerapkan cuti ayah secara optimal. Padahal, kebijakan ini bukan hanya soal hak pekerja, tetapi juga investasi jangka panjang untuk ketahanan keluarga dan kualitas generasi mendatang. DPR RI bahkan telah mendesak agar cuti ayah dibuat lebih fleksibel dan berpihak, sebagai solusi nyata menghadapi krisis fatherless.
Beberapa perusahaan seperti Godrej Consumer Products Indonesia (GCPI) telah menunjukkan praktik baik dengan memperpanjang cuti ayah dan menyediakan fasilitas penitipan anak di tempat kerja. Ini membuktikan bahwa kebijakan yang berpihak pada keluarga bisa berjalan berdampingan dengan produktivitas dan keberlanjutan bisnis.
Cuti ayah bukan sekadar hak pekerja laki-laki. Ia adalah bentuk perlindungan terhadap hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dan kehadiran orang tua secara utuh. Sudah saatnya pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat bersama-sama mendorong implementasi kebijakan ini secara lebih luas dan inklusif.
Sumber :
1. Gaji.id – Aturan Lengkap UU KIA tentang Cuti Ayah
2. Tirto.id – DPR Desak Pemerintah Sahkan Cuti Ayah sebagai Solusi Fatherless