Obesitas disebut juga kegemukan atau kelebihan berat badan. Anak yang gemuk terkadang membuat gemas orang yang melihatnya. Hal ini sering kali membuat orang tua merasa tidak perlu berobat ke dokter, padahal obesitas ternyata juga merupakan salah satu bentuk malnutrisi selain gizi buruk, loh, Ayah dan Bunda.
Obesitas pada anak meningkat jumlahnya pada saat ini. Di Indonesia hampir 20% anak mengalami obesitas. Di negara maju, bahkan lebih banyak lagi anak yang obesitas. Obesitas pada masa kanak-kanak berpotensi menimbulkan sumbatan jalan napas saat tidur, atau disebut juga obstructive sleep apneu syndrome (OSAS), ditandai dengan tidur mengorok. Masalah lain yang sering ditemui pada anak dengan obesitas yaitu gangguan pada postur tubuh dan perkembangan tulang, kelainan kulit, masalah psikososial, atau alergi. Obesitas pada masa kanak-kanak juga berkaitan dengan obesitas ketika dewasa, yang berpotensi menimbulkan berbagai penyakit, seperti diabetes dan penyakit jantung.
Lalu, bagaimana jika anak kita terlanjur obesitas?
Penanganan obesitas tergantung dari usia, perkembangan anak, dan tingkat keparahannya. Mengingat anak masih tumbuh dan berkembang, maka prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet dengan gizi seimbang sesuai kebutuhan anak. Berbeda dengan dewasa, target penurunan BB (berat badan) pada anak dengan obesitas sangat minimal, yaitu hanya 0,5-2 kg per bulan, atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah, karena proses pertumbuhan masih berlangsung.
Dokter anak akan mengevaluasi penyebab obesitas, status gizi anak, asupan makanan dan aktivitas anak, serta ada tidaknya penyakit yang diakibatkan oleh obesitas. Terapi (program) mengatasi obesitas dapat dimulai ketika anak (dan orang tua) siap untuk memulai. Prinsip dari penanganan obesitas pada anak secara umum adalah mengatur asupan makan dan meningkatkan aktivitas fisik anak.
Mengatur Asupan Makan Anak Obesitas
Berkonsultasilah ke dokter anak atau dokter gizi untuk menentukan asupan makan yang sesuai dengan berat badan ideal anak, yang akan dinilai berdasarkan tinggi badan. Ajarkan anak mengenali rasa lapar dan rasa kenyang. Anak harus bisa membedakan antara lapar di mulut (hanya ingin) dan lapar di perut (memang lapar), serta menyarankan mereka untuk hanya makan bila terasa lapar di perut. Setelah itu, anak juga harus belajar mengenali rasa kenyang, sehingga bisa berhenti makan meskipun masih ingin. Ayah dan Bunda bisa bermain peran bersama anak dengan tema-tema yang melibatkan bunyi perut saat lapar, serta rasa tidak nyaman dan perut kembung saat makan berlebihan.
Selain mengajari anak mengenali rasa lapar dan rasa kenyang, pembatasan asupan kalori dapat dilakukan dengan mengurangi asupan lemak dan karbohidrat, serta meningkatkan asupan serat dan air. WHO merekomendasikan asupan buah dan sayur minimum 5 porsi sehari, disertai cukup minum air putih (minuman tanpa rasa/gula). Berikut ini beberapa tips yang Ayah dan Bunda bisa terapkan untuk membatasi asupan makan pada anak yang mengalami obesitas:
- Makan teratur tiga kali per hari dengan camilan buah potong (bukan jus) 1-2 kali per hari. Buah potong seperti semangka, melon, apel, atau pir berguna untuk mengganti cemilan manis (seperti es krim, cokelat, dan permen). Hindari buah berkalori tinggi seperti manga atau durian.
- Anak hanya diperbolehkan minum air putih di antara waktu makan.
- Batasi jumlah makanan berkalori tinggi, seperti kentang goreng, roti, kue kering, es krim, atau jus buah.
- Tidak makan sambil bermain atau menonton televis Kebiasaan ini akan mengaitkan perasaan senang yang menyertai saat menonton acara televisi atau bermain, dengan makan. Sehingga, bila suatu saat anak merasa sedih atau stres, dia akan menghibur diri dengan makan.
- Hindari memberi makanan sebagai hadiah, atau membatasi makanan sebagai hukuman.
- Hindari memberi makanan siap saji (fast food) atau makanan yang manis.
- Batasi asupan susu hanya 500 ml/hari untuk anak berusia lebih dari 2 tahun, dan ganti susu full cream dengan susu skim (rendah lemak).
- Biasakan sarapan pagi. Penelitian menunjukkan sarapan dengan kadar protein tinggi dapat membantu penurunan berat badan.
Meningkatkan Aktivitas Fisik pada Anak dengan Obesitas
Untuk dapat meningkatkan aktivitas anak, coba mulai dari hal-hal sederhana, seperti berjalan kaki atau bersepeda ketika berangkat ke sekolah. Atau bila jarak sekolah terlalu jauh, Ayah Bunda bisa menurunkan anak sampai batas aman dan biarkan anak berjalan kaki. Pada anak yang lebih kecil, mengurangi menggendong dan penggunaan kereta dorong (stroller) juga sangat bermanfaat. Anak obesitas juga dapat dilibatkan dalam pekerjaan rumah tangga sehari-hari.
Motivasi anak obesitas untuk melakukan aktivitas fisik selama satu jam setiap harinya. Anak usia sekolah (mulai usia 6 tahun) dapat diperkenalkan dengan olahraga seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepakbola, atau basket. Dan biasanya, mulai usia 10 tahun, anak-anak akan lebih menyukai olahraga dalam bentuk kelompok.
Kurangi aktivitas yang dilakukan dengan duduk atau berbaring. Tetapi bukan berarti mengurangi waktu tidur, karena tidur cukup justru melindungi dari obesitas. Aktivitas duduk atau berbaring yang dimaksud di sini adalah menonton televisi dan aktivitas dengan gadget, karena kegiatan tersebut sering dilakukan selama berjam-jam setiap harinya. Oleh karena itu, batasi jumlah screen time (menonton TV atau bermain gadget) selama 2 jam dalam sehari untuk anak berusia di atas 2 tahun dan seminimal mungkin untuk anak di bawah 2 tahun.
Orang tua dianjurkan untuk memberikan dorongan dan pujian terhadap keberhasilan atau perubahan perilaku sekecil apa pun yang diperlihatkan anak. Misalnya, ketika anak mau makan menu baru yang sesuai dengan program gizi dari dokter, ketika ia mau berolahraga, atau ketika berat badannya berhasil turun. Dukungan keluarga dan orang-orang di sekitarnya merupakan hal terpenting dalam mengatasi obesitas pada anak, khususnya untuk mengubah pola makan dan gaya hidup anak sehari-hari.
sumber artikel dan foto : Anak terlanjur Obesitas? Begini Cara Mengatasinya - Alodokter