Banyaknya kasus bullying yang terjadi di berbagai sekolah akhir-akhir ini cukup menyita perhatian masyarakat. Menurut data dari KPAI pada tahun 2023, terdapat sebanyak 2.355 pelanggaran terhadap perlindungan anak hingga Agustus 2023 (Alamsyah, 2023). Dari banyaknya angka tersebut, 723 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan satuan pendidikan (Soci, 2023). Selain itu, temuan Federasi Serikat Guru Indonesia menyebut bahwa 50 persen kasus bullying di sekolah dari Januari hingga Juli 2023, sebanyak 50 persen terjadi di tingkat SD dan SMP (Yulianti, 2023). Dengan tingginya angka kasus bullying di lingkungan sekolah tersebut, seharusnya cukup menjadi cambuk bagi para pemangku jabatan dan masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak dengan pendekatan edukasi keberlanjutan di sekolah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang bullying dan dampak negatifnya, serta membekali siswa dengan keterampilan untuk mengatasi bullying jika mereka menjadi korban dan pelaku bullying.
Bullying merupakan suatu tindakan negatif yang dilakukan oleh seseorang secara berulang yang menyebabkan perasaan tidak senang dan tidak nyaman pada orang lain (Olweus, 1994). Pendapat tentang bullying juga diutarakan oleh Coloroso (2007) bahwa bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang yang lebih kuat terhadap orang yang lebih lemah dengan tujuan untuk menyakiti baik secara fisik maupun emosional. Dua pendapat di atas cukup dijadikan kesimpulan bahwa bullying ternyata tidak hanya dilakukan seseorang untuk menyerang fisik, tetapi juga bisa menyerang emosional. Artinya, jika korban bullying terserang oleh pelaku dari sisi fisik, maka ada kemungkinan juga sisi emosionalnya akan terdampak. Apabila emosionalnya terdampak, mental si korban akan memburuk dan jika dibiarkan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, aksi cepat tanggap dalam mengurangi hingga memutus rantai kasus bullying di sekolah melalui edukasi keberlanjutan yang efisien harus disegerakan.
Sebelumnya disebutkan bahwa bullying itu menunjukkan adanya tindak kekerasan atau intimidasi dari pelaku ke korban yang lebih lemah. Untuk memahami kata lemah di situ, Murphy (2009) menuturkan, karakteristik yang paling umum dari korban bullying di sekolah adalah anak yang cenderung berbeda dari anak lainnya dari segi fisik, perilaku, kebiasaan, penampilan, dan lain-lain. Hal itu menandakan bahwa menjadi berbeda di sekolah saja dapat memicu perhatian dari orang lain, di mana jika diteruskan dapat menimbulkan perilaku tidak sehat dari orang lain terhadap anak yang berbeda itu. Sementara itu, si anak yang berbeda ini juga bisa jadi merasa tidak nyaman dan aman karena ia dianggap berbeda walaupun ia sendiri belum tentu merasa demikian. Dari sini, lama-lama tindakan bullying benar saja bisa terjadi karena faktor ketidaksukaan bahkan kebencian yang mendalam. Oleh karena itu, sekolah harus menyediakan lingkungan pendidikan yang preventif bagi siapapun tanpa pandang bulu dan suportif dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dalam upaya pemutusan rantai kekerasan di sekolah atau bullying, masyarakat tidak bisa menganggap bahwa hanya sekolah yang berperan penting. Jika berbicara secara umum, sekolah hanya sebatas memfasilitasi layanan pendidikan bagi anak-anak dalam tumbuh dan kembangnya dengan bantuan guru. Walaupun memang terdapat sekolah yang bersifat boarding atau asrama seperti pesantren atau sekolah berbasis asrama lainnya, namun itu tidak menutup kemungkinan tidak adanya kasus bullying. Oleh karena itu, salah satu poin penting yang ingin ditegaskan di sini adalah sekolah harus bersinergi dengan orang tua atau wali siswa dalam melakukan upaya preventif dan solutif untuk memutus rantai bullying pada anak. Alasannya sederhana, karena madrasah pertama anak adalah orang tua. Artinya, orang tua yang idealnya peduli dengan anak sudah pasti tahu betul bagaimana luar dalam si anak.
Dari berbagai pemaparan di atas, usulan yang akan disampaikan kepada siapapun yang bersangkutan dengan pendidikan dan anak adalah edukasi berkelanjutan melalui program kelas bullying di sekolah. Pengertian program kelas bullying adalah kelas di luar jam pembelajaran yang dikhususkan untuk memberikan edukasi, termasuk bimbingan psikis dan moral kepada anak-anak di sekolah mengenai bullying. Kegiatan edukasinya pun bermacam-macam, seperti diskusi, role play, pemutaran film atau video, presentasi, bermain games, studi kasus, dan sebagainya. Tentu pengadaan kegiatannya juga harus dipertimbangkan dari segi tingkat pendidikan. Misalnya, studi kasus dapat ditekankan pada anak-anak di bangku sekolah menengah atas, sedangkan games lebih ditekankan pada anak-anak di bangku sekolah dasar. Dengan begitu, kegiatan dalam program kelas bullying tersebut dapat tepat sasaran dan sesuai kebutuhan anak-anak sekolah.
Tujuan utama dari program kelas bullying ini adalah meningkatkan kesadaran siswa tentang bullying dan dampak negatifnya, serta membekali siswa dengan keterampilan untuk mengatasi bullying jika mereka menjadi korban dan pelaku bullying. Di samping itu, tujuan lainnya adalah untuk mengoptimalkan peran sekolah dan keluarga terutama orang tua dalam membimbing anak-anak agar dapat menjalankan pendidikan di sekolah dengan aman dan nyaman. Lalu, terkait pihak penyelenggara program kelas bullying ini adalah sekolah itu sendiri. Dalam penyelenggaraannya, sekolah dapat bekerja sama dengan pihak eksternal seperti lembaga milik pemerintah maupun lembaga swasta dalam hal pengadaan fasilitator. Dengan kata lain, sekolah diberi kebebasan untuk mendatangkan sumber daya dari luar untuk membantu menyukseskan program kelas bullying. Tentu dalam pengelolaan sumber daya dalam penyelenggaraan program kelas tersebut secara menyeluruh dipegang oleh sekolah agar lebih fleksibel.
Sebagai contoh simulasi, kelas bullying dapat direncanakan dengan matang, termasuk peserta, jadwal, fasilitator, dan kegiatan. Misalnya, di sekolah dasar, hari Senin untuk kelas 1 dan 2, hari Selasa untuk kelas 3 dan 4, dan hari Rabu untuk kelas 5 dan 6. Kelas bullying dapat dilaksanakan setelah pembelajaran selesai. Kelas dapat berlangsung selama 1 hingga 2 jam. Kelas bullying tidak terbatas dalam ruang, artinya kegiatan dapat berlangsung baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Satu hal juga yang terpenting adalah, kelas bullying harus dikemas dan dibawakan secara interaktif dan partisipatif agar anak-anak tidak bosan. Selebihnya, sekolah dapat mendesain secara mandiri dan fleksibel terkait bagaimana program kelas bullying itu.
Kelas bullying adalah salah satu metode edukasi keberlanjutan yang dapat dilakukan di sekolah-sekolah untuk mengatasi kasus bullying. Dengan mengikuti kelas bullying, siswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencegah dan mengatasi bullying. Kelas bullying harus dilakukan secara berkelanjutan, baik di sekolah maupun di rumah. Hal ini penting untuk memastikan bahwa siswa memiliki pemahaman yang mendalam tentang bullying dan bagaimana cara mengatasinya. Dengan edukasi keberlanjutan terhadap kasus bullying, diharapkan dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua siswa.
Daftar Pustaka
Alamsyah, Ichsan Emrald. (2023). KPAI Catat Ada Sebanyak 2.355 Kasus Pelanggaran Perlindungan Anak pada 2023. Diakses pada 03 November 2023 melalui https://news.republika.co.id/berita/s29ndx349/kpai-catat-ada-sebanyak-2355-kasus-pelanggaran[1]perlindungan-anak-pada-2023.
Coloroso, Barbara. (2007). Stop Bullying (Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah hingga SMU). Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
Murphy, A. G. (2009). Character Education: Dealing with Bullying. New York: Chelsea House Publisher.
Olweus. (1994). Bullying at School. Australia: Blackwell.
Soci, Wedowati Dessya. (2023). Kekerasan terhadap Anak Meningkat Selama 2023, KPAI Catat 2.355 Kasus yang Terjasi di Indonesia. Diakses pada 03 November 2023 melalui https://www.jawapos.com/nasional/013058347/kekerasan-terhadap-anak-meningkat-selama[1]2023-kpai-catat-2355-kasus-yang-terjadi-di-indonesia.
Yulianti, Cicin. (2023). FSGI: Ada 16 Kasus Bullying di Sekolah pada Januari-Juli 2023. Diakses pada 03 November 2023 melalui https://www.detik.com/edu/sekolah/d-6858404/fsgi-ada-16- kasus-bullying-di-sekolah-pada-januari-juli-2023. Penulis: Ardi Wahyu Iswardani, S.Pd.